Pagi itu kami posyandu seperti biasa. Selasa, 25 September 2023 seorang ibu membawa bayi berumur dua bulan ke posyandu untuk pertama kali. Belum pernah saya lihat ibu itu sebelumnya. Terlihat ibu tersebut kurang sehat begitupun bayinya. Bayinya terlihat lemah dan agak kuning. Usia dua bulan dengan BB 3.6 kg dan TB 54 cm. Berat badan sangat kurang dan pendek meskipun bukan gizi buruk.
Sebagaimana bayi pertama kali datang pasti ada sedikit wawancara di posyandu untuk keperluan data dan penginputan eppgbm. Sewaktu saya menanyakan berapa berat badan dan panjang badan lahir, jawabannya ‘tidak tau’. Buku KIA juga tidak ada. Usut punya usut ternyata melahirkan di dukun dan tidak pernah periksa selama kehamilan. Si Ibu beranggapan kedua anak sebelumnya juga lahir di dukun dan baik-baik saja. Tentu saja bayi ini juga tidak mendapatkan imunisasi HB 0 (Hepatitis B). ASI juga tidak keluar jadi dikasih sufor. Saya sebagai kader penyuluhan bersama tenaga kesehatan menyarankan untuk segera memeriksakan bayi ke puskesmas. Apakah mereka ke dokter? ternyata tidak.
Bulan depannya si ibu datang kembali. Hasil pengukuran sangat mengecewakan. Harusnya bayi berumur 3 bulan itu berat badannya naik. Anak bayi kan cepat besar. Berat badan bayi turun 200 gram menjadi 3.4 kg dengan panjang 57 cm status gizi buruk. Sibayi terlihat sangat tidak berdaya, lemah, perlahan membuka mata kemudian tutup lagi. Dokter dengan tegas bilang, “Jangan menunda, harus diawa ke dokter sekarang juga”. Posyandu lanjut.
Siangnya begitu posyandu tutup, entah mengapa saya teringat sama bayi kecil itu. Saya kembali teringat bagaimana keadaan bayi itu. Membuka matapun sudah sulit. Saya konsul ke nutrisionis puskesmas mengenai keadaan bayi itu. Beliau menyarankan bayi harus segera dibawa ke puskesmas untuk diperiksa dokter.
Saya telepon ibu bayi tidak diangkat. Teman saya ke rumahnya. Mereka masih di rumah. Tidak ada tanda-tanda mau berangkat. Dengan membujuk dan setengah memaksa mereka pun berangkat. Hasilnya? Bayi dehidrasi berat dan dirujuk ke RSUD.
Seminggu kemudian jumpa dengan si ibu. Kami ngobrol panjang. si bayi sudah membaik setelah dirawat 4 hari, sudah memerah khas bayi. Dari pembicaraan ternyata si bayi sudah diare lebih dari seminggu setelah susunya diganti. Si ibu bilang begini, “saya kira gizi buruk itu hanya buat anak kurang makan, ternyata bisa juga terjadi sama bayi yang masih minum susu karena nutrisi susu tidak diserap karena gangguan pencernaan”. Suami sedang giat-giatnya bekerja karena dokter menyarankan minum susu merek tertentu yang harganya mahal. 300 ribuan per 400 gram. Tak apalah bayar mahal yang penting anak sehat.
Penting untuk semua wanita untuk mengetahui tanggal menstruasi apalagi ibu rumah tangga. Telat haid adalah salah satu indikator paling mudah untuk mengetahui hamil atau tidak kemudian ditambah dengan gejala lainnya.
Kapan Ibu hamil periksa? Ibu hamil harus periksa kandungan minimal 6 x, sekali di rimester pertama (plus USG), trimester kedua 2x dan trimester ketiga 3x. Semua pemeriksaan ini bisa dilakukan di puskesmas. Selengkapnya tentang pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan oleh ibu hamil silahkan baca di artikel lainnya.
Pastikan juga semua ibu hamil memiliki buku KIA seperti di bawah ini. Buku ini merangkum semua informasi tentang kesehatan Ibu dan Anak seara lengkap. Ini buku bacaan wajib.
Kembali ke kisah sebelumnya, kapan seorang anak dikatakan menderika gizi buruk? Yang paling mudah terlihat adalah anak sangat kurus. Hasil pengukuran dan penimbangan bisa dimasukkan ke grafik KMS yang ada di buku KIA. Anak gizi buruk ini grafiknya bisa disebut di bawah garis merah (-3SD). Gizi buruk berbeda dengan stunting. Penjelasan selengkapnya dapat dlihat di artikel berjudul ‘Perbedaan Stunting dan Gizi Buruk‘.
Syukurkah perlahan namun pasti pertumbuhan si bayi sudah membaik. Ibu-ibu jangan lupa periksakan kandungan ya.
2 thoughts on “Gizi Buruk Karena Melahirkan di Dukun?”